Halo semuanya, aku balik lagi. Setelah me-review buku Si Anak Kuat, kali ini aku akan me-review buku lain dari series Anak-Anak Mamak karya Tereliye, yaitu Si Anak Pintar. Buku ini bercerita tentang seorang anak bernama Pukat dan seperti kata judulnya, kepintarannya. Bila kalian ingin tahu, ya, Pukat bersaudara dengan Amelia.
Pertama aku ingin memberi tahu kalian tentang “kepintaran” Pukat. Dia memang jenius dalam
sisi akademis, yang walaupun bandel dan sering main, entah kenapa bisa ranking 1. Tetapi
selain itu dia juga memiliki jenis “pintar” yang berbeda. Dia sangat hebat
dalam memecahkan masalah, memiliki intuisi yang bagus, dst. Kalo sebutan
gaulnya dia tuh street smart.
Kita pertama melihat display
kepintaran Pukat tepat
di awal cerita, ketika ia
menangkap segerombolan perampok
di kereta yang dinaiki olehnya dan ayahnya. Para perampok mematikan
lampu kereta, mereka memiliki pisau dan senjata api, bagaimana menangkapnya?
Mereka bisa dengan mudah berbaur dengan penumpang lain ketika lampu kembali
menyala. Untungnya, Pukat memiliki ide ketika dia dan ayahnya sedang ditodong ia menaburkan sesuatu yang berbentuk bubuk dan
berbau sangat menyengat. Ketika kereta berhenti, seperti dugaan semua orang
para perampok sudah berbaur dengan penumpang yang lain. Namun, ada 2 perampok
yang berbeda dari yang lain,
2 perampok ini berbau kopi! Pukat telah menaburkan bubuk kopi ke celana dan
sepatu 2 perampok yang menodongnya dan ayahnya. Dengan cepat polisi menemukan
kedua perampok dengan sepatu berbau kopi, dan setelah “interogasi” (digebukin)
2 orang itu memberi tahu polisi siapa geng merekasehingga berhasil diringkus.
Setelah kejadian perampokan di
kereta kita melihat kehidupan sehari-hariPukat.
Masuk sekolah, bermain dengan teman baiknya, Raju, dan bandel
bareng adiknya,
Burlian. Hal-hal normal lah, selama beberapa bab pertama kepintaran Pukat belum
terlalu terlihat. Dia
membuat perahu otok-otok sendiri dengan kaleng yang yah, memang keren, tapi
belum jenius. Pukat terlalu sibuk
berseteru dengan Raju tentang shio (tahun kelahiran Cina) untuk melakukan hal jenius.
Pukat baru menunjukkan
kecerdikannya ketika Nayla,
adik Ahmad (temannya) sakit. Dan sakitnya parah, harus selalu diurus. Dan bila
kalian ada yang sudah menerka, tidak….Pukat
tidak akan
mencari/membuat obatnya, buku ini tidak se-tidak
realistis itu. Masalahnya di sini
bagi Pukat adalah, selain Nayla
sakit, ibu Ahmad buka warung di depan sekolah, dan warung itu sudah menjadi semacam penyelamat
bagi para siswa. Yang bolpennya kehabisan tinta di tengah ujian, yang makan siangnya ketinggalan di rumah, dst dst. Dan sekarang karena
Nayla sakit, ibu Ahmad
tidak bisa menjaga warung yang sudah seperti world heritage bagi anak-anak sekolah. Pukat tidak bisa membiarkan
ini terjadi. Kalau
warungnya tutup bagaimana dia akan membeli cemilan? (Kalau
dipikir-pikir remeh juga ya alasannya wkwkwk). Pukat memutar otak, pasti ada suatu cara agar warung ibu Ahmad
tetap buka. Dia
menghabiskan beberapa hari berpikir, dan selama beberapa hari itu pula tidak
ada anak sekolah yang bisa jajan.
Akhirnya, Pukat menemukan solusiyang unik. Bukan menyewa penjaga warung,
bukan juga warungnya dijaga oleh anak-anak, tapi solusinya adalah sebuah kaleng. Kaleng yang sejak ditaruh
diberi julukan “kaleng kejujuran”. Sekarang tidak ada lagi yang menunggu warung, yang ada hanyalah kaleng tempat menaruh
uang. Agar ini
berhasil, semua yang memakainya harus jujur, tidak ada yang hanya mengambil dan
tidak membayar, atau mengambil uang dari kaleng. Yah, metode ini walau tidak
sempurna adalah metode paling baik. Suatu kali ada uang kurang 200 perak,
gorengannya ilang, tapi duitnya tidak
ada dan selama beberapa hari anak-anak satu sekolah tidak ada yang
saling percaya. Ternyata yang mencuri orang dari kampung sebelah pula, katanya
sih tidak paham cara
kerja warungnya, katanya. Lalu ada suatu ketika, kalengnya hilang, sudah bukan
satu sekolah lagi geger tapi
satu kampung geger! Pukat pikirannya langsung kemana-mana apakah ada yang
mencurinya? Apakah anak sekolah? Atau orang kampung? Kebingungan Pukat berakhir
ketika dia melihat Can, temannya, berjalan menuju warung dan menaruh kalengnya
kembali di atas meja,
Can terlihat kebingungan ketika semua orang melongo kepadanya “aku cuman pinjam
kaleng buat main layangan”. Setelah
satu desa puas menertawai Can karena kebodohannya, kehidupan Pukat tenang
kembali, dengan warung berjalan lancar, dan hidup yang tenang–tenang saja.
Suatu hari dia pergi mengunjungi rumah Wak Yati, bibi mereka. Setiap dikunjungi, Wak Yati selalu mendongeng atau memberi teka-teki. Hari ini tidak begitu berbeda Wak Yati memberi Pukat sebuah teka-teki,“Langit tinggi bagai dinding, lembah luas ibarat mangkuk, hutan menghijau seperti zamrud, sungai mengalir ibarat naga, tak terbilang kekayaan kampung ini. Sungguh tak terbilang. Lantas, apakah harta karun paling berharga di kampung?” Pukat dengan logikanya langsung mencari-cari kira-kira apa barang paling berharga di kampung, dari sapi sampai sawah. Wak Yati hanya menertawakannya dan menyuruhnya lanjut mencari. Pukat kebingungan, biasanya setelah beberapa hari Wak Yati memberikan jawaban teka-teki nya, atau ia menemukan jawabannya. Ketika Pukat bingung menanyai Wak Yati beberapa hari kemudian, Wak Yati malah bilang bahwa dia berharap Pukat tidak pernah menemukan jawabannya. Pukat tidak kunjung menemukan jawaban teka-teki itu, hingga suatu hari ketika penduduk kampung hendak merenovasi masjid, ditemukan 4 peti didalam loteng masjid. Dua diantaranya mengandung harta, koin perak dan emas, satu mengandung buku, dan satu lagi mengandung buku juga, tapi dalam bentuk yang berbeda, seperti gulungan.
Setelah dibaca oleh Wak Yati (satu-satunya orang di kampung yang bisa bahasa belanda) terungkap bahwa gulungan-gulungan itu adalah catatan yang ditinggalkan oleh Meneer Van Houten, seorang komandan perang Belanda yang dikejar oleh Jepang dan berhenti di desa untuk karena ingin merawat istrinya yang sakit. Sempat terjadi cekcok antara Van Houten dan penduduk desa karena penduduk desa enggan menolong orang yang dulu menjajah tanah mereka. Pengawal Van Houten dan penduduk desa saling todong. Bila tidak ditenangkan Salehuddin Pasai (kakek Pukat), pertarungan mungkin sudah pecah. Van houten merawat istrinya yang sakit selama beberapa hari di desa, tapi sayangnya tentara Jepang menemukan desa dan pertempuran pecah. Tentara Jepang berhasil dibuat mundur, tapi 3 tentara Van Houten gugur dan Jepang sepertinya akan melakukan serangan lagi. Setelah berdiskusi dengan Salehuddin, Van Houten membuat pilihan. Dia akan sendirian mengalihkan perhatian tentara Jepang, sementara istri dan anaknya melarikan diri. Ia menitipkan barang-barangnya kepada Salehuddin, dari emas perhiasan, sampai buku-buku berisi ilmu. Yang penting harta paling berharganya selamat. Itu adalah catatan terakhir Van Houten.
Setelah Wak Yati selesai membaca Pukat langsung menghampririnya, dan
mengatakan kepada Wak Yati bahwa harta paling berharga di kampung adalah 4
kotak itu. Mendengar jawaban itu Wak Yati kecewa, Pukat yang ingin
mempertahankan logika jawabannya mengatakan bahwa Van Houten menyelamatkan 4
kotak berisi harta paling berharganya.
Wak Yati hanya membalas dengan mengatakan bahwa Pukat kurang teliti
membaca catatannya. Pukat bengong, untuk sekarang, ia belum paham bahwa seluruh masa kecilnya, sejatinya
adalah jawaban bagi teka-teki Wak Yati.
Kalau kalian para pembaca gimana? Apakah sudah bisa menyimpulkan
jawaban teka-teki Wak Yati? Atau masih terbengong-bengong seperti Pukat. Kalau
yang sudah bisa menjawab, selamat. Kalau yang belum, jangan khawatir, di
kelanjutan bukunya nanti akan ada banyak petunjuk jawabannya
dan akan ada jawaban yang sangat
jelas yang bisa kalian
ketahui sesudah membaca bukunya…