Sunday, April 17, 2022

"Dear mister girl hater" Daddy-Long-Legs book review

Daddy long legs, a book that follows Jerusha "Judy" Abbot and her benefactor whom she calls, as the book tittle suggests daddy long legs. 

Judy starts out her life in John Grier home, an orphanage her unusual first name "Jerusha" was given by a matron, she hates that name and calls herself Judy, she has lived her entire life in the orphanage due to the death of her parents when she was a baby. She has lived her entire life in the orphanage where she develops her talent for writing. 

Until one day in a trustee meeting she saw someone, only his back though, the only thing she was sure of was that that man was quite tall. And that for some reason, after the meeting that man had given her a scholarship to a prestigious school. In exchange for the scholarship she has to write to her benefactor every month (though she ends up writing more often than that) with no guarantee of an answer.

Judy's benefactor calls himself "John Smith" but even Judy knows that's not his real name, so she gives him a nickname, she started off with "Mr girl-hater" because he has only helped boys before, but she thought that was rude and then she went with "Mr rich man" but she found that insulting because he might not stay rich his entire life. So she decided to go with a nickname that she was sure of "Daddy long legs" because he was tall.

And so Judy's life in the Lincoln Memorial Highschool begins, seen through (usually) monthly letters to daddy long legs. Judy is very expressive in her letters, talking about her feelings, confusions and sometimes frustrations, and sometimes asking questions to daddy long legs (which, never get answered). She quickly befriends her roommate Sally Mcbride due to having similar personalities and interests. The same passion for books writing and studying (they're both nerds). Though it isn't the same for her other roommate Julia Pendleton, she and Judy initially didn't get along, mainly due to Julia being snobbish and annoying. 

The letters follow Judies adventures (and sometimes misadventures) throughout her time in school. At the start Judy is confused by things that, seem to be normal to other people. Christmas, Thanksgiving, family, it was unfamiliar to her due to her past, because of that she found trouble connecting with her friends and classmates. But as the story progresses, through living together with her friends, shared hardships  Judy finds out that even though she isn't as fortunate as the other kids in school, she can still find joy in her own ways, she even ends up befriending Julia. Later on due to frequent run ins with a certain someone, she even falls in love.

In conclusion this was a great read, the story probably isn't realistic enough to actually happen in real life. But realistic enough for someone to dream about it, even though it's old literature there isn't some profound moral story in it (at least to me), it's just a girl finding friendship, love, and happiness. 8/10

Saturday, November 21, 2020

"Sebuah teka-teki" Review Buku Si Anak Pintar

 Halo semuanya, aku balik lagi. Setelah me-review buku Si Anak Kuat, kali ini aku akan me-review buku lain dari series Anak-Anak Mamak karya Tereliye, yaitu Si Anak Pintar. Buku ini bercerita tentang  seorang anak bernama Pukat dan seperti kata judulnya, kepintarannya. Bila kalian ingin tahu, ya, Pukat bersaudara dengan Amelia.

Pertama aku ingin memberi  tahu kalian tentang “kepintaran” Pukat. Dia memang jenius dalam sisi akademis, yang walaupun bandel dan sering main, entah kenapa bisa ranking 1. Tetapi selain itu dia juga memiliki jenis “pintar” yang berbeda. Dia sangat hebat dalam memecahkan masalah, memiliki intuisi yang bagus, dst. Kalo sebutan gaulnya dia tuh street smart.

Kita pertama melihat display kepintaran Pukat tepat di awal cerita, ketika ia menangkap segerombolan perampok di kereta yang dinaiki olehnya dan ayahnya. Para perampok mematikan lampu kereta, mereka memiliki pisau dan senjata api, bagaimana menangkapnya? Mereka bisa dengan mudah berbaur dengan penumpang lain ketika lampu kembali menyala. Untungnya, Pukat memiliki ide ketika dia dan ayahnya  sedang ditodong ia menaburkan sesuatu yang berbentuk bubuk dan berbau sangat menyengat. Ketika kereta berhenti, seperti dugaan semua orang para perampok sudah berbaur dengan penumpang yang lain. Namun, ada 2 perampok yang berbeda dari yang lain, 2 perampok ini berbau kopi! Pukat telah menaburkan bubuk kopi ke celana dan sepatu 2 perampok yang menodongnya dan ayahnya. Dengan cepat polisi menemukan kedua perampok dengan sepatu berbau kopi, dan setelah “interogasi” (digebukin) 2 orang itu memberi tahu polisi siapa geng merekasehingga berhasil diringkus.

Setelah kejadian perampokan di kereta kita melihat kehidupan sehari-hariPukat. Masuk sekolah, bermain dengan teman baiknya, Raju, dan bandel bareng adiknya, Burlian. Hal-hal normal lah, selama beberapa bab pertama kepintaran Pukat belum terlalu terlihat. Dia membuat perahu otok-otok sendiri dengan kaleng yang yah, memang keren, tapi belum jenius. Pukat terlalu sibuk berseteru dengan Raju tentang shio (tahun kelahiran Cina) untuk melakukan hal jenius. 

Pukat baru menunjukkan kecerdikannya ketika Nayla, adik Ahmad (temannya) sakit. Dan sakitnya parah, harus selalu diurus. Dan bila kalian ada yang sudah menerka, tidak….Pukat tidak akan mencari/membuat obatnya, buku ini tidak se-tidak realistis itu. Masalahnya di sini bagi Pukat adalah, selain Nayla  sakit, ibu Ahmad buka warung di depan sekolah, dan warung itu sudah menjadi semacam penyelamat bagi para siswa. Yang bolpennya kehabisan tinta di tengah ujian, yang makan siangnya ketinggalan di rumah, dst dst. Dan sekarang karena Nayla sakit, ibu Ahmad tidak bisa menjaga warung yang sudah seperti world heritage bagi anak-anak sekolah. Pukat tidak bisa membiarkan ini terjadi. Kalau warungnya tutup bagaimana dia akan membeli cemilan? (Kalau dipikir-pikir remeh juga ya alasannya wkwkwk). Pukat memutar otak, pasti ada suatu cara agar warung ibu Ahmad tetap buka. Dia menghabiskan beberapa hari berpikir, dan selama beberapa hari itu pula tidak ada anak sekolah yang bisa jajan.

Akhirnya, Pukat menemukan solusiyang unik. Bukan menyewa penjaga warung, bukan juga warungnya dijaga oleh anak-anak, tapi solusinya adalah sebuah kaleng. Kaleng yang sejak ditaruh diberi julukan “kaleng kejujuran”. Sekarang tidak ada lagi yang menunggu warung, yang ada hanyalah kaleng tempat menaruh uang. Agar ini berhasil, semua yang memakainya harus jujur, tidak ada yang hanya mengambil dan tidak membayar, atau mengambil uang dari kaleng. Yah, metode ini walau tidak sempurna adalah metode paling baik. Suatu kali ada uang kurang 200 perak, gorengannya ilang, tapi duitnya tidak ada dan selama beberapa hari anak-anak satu sekolah tidak ada yang saling percaya. Ternyata yang mencuri orang dari kampung sebelah pula, katanya sih tidak paham cara kerja warungnya, katanya. Lalu ada suatu ketika, kalengnya hilang, sudah bukan satu sekolah lagi geger tapi satu kampung geger! Pukat pikirannya langsung kemana-mana apakah ada yang mencurinya? Apakah anak sekolah? Atau orang kampung? Kebingungan Pukat berakhir ketika dia melihat Can, temannya, berjalan menuju warung dan menaruh kalengnya kembali di atas meja, Can terlihat kebingungan ketika semua orang melongo kepadanya “aku cuman pinjam kaleng buat main layangan”. Setelah satu desa puas menertawai Can karena kebodohannya, kehidupan Pukat tenang kembali, dengan warung berjalan lancar, dan hidup yang tenang–tenang  saja.

Suatu hari dia pergi mengunjungi  rumah Wak Yati, bibi mereka. Setiap dikunjungi, Wak Yati selalu mendongeng atau memberi teka-teki. Hari ini tidak begitu berbeda Wak Yati memberi Pukat sebuah teka-teki,“Langit tinggi bagai dinding, lembah luas ibarat mangkuk, hutan menghijau seperti zamrud, sungai mengalir ibarat naga, tak terbilang kekayaan kampung ini. Sungguh tak terbilang. Lantas, apakah harta karun paling berharga di kampung?”  Pukat dengan logikanya langsung mencari-cari kira-kira apa barang paling berharga di kampung, dari sapi sampai sawah. Wak Yati hanya menertawakannya dan menyuruhnya lanjut mencari. Pukat kebingungan, biasanya setelah beberapa hari Wak Yati memberikan jawaban  teka-teki nya, atau ia menemukan jawabannya. Ketika Pukat bingung menanyai Wak Yati beberapa hari kemudian, Wak Yati malah bilang bahwa dia berharap Pukat tidak pernah menemukan jawabannya. Pukat tidak kunjung menemukan jawaban teka-teki itu, hingga suatu hari ketika penduduk kampung hendak merenovasi masjid, ditemukan 4 peti didalam loteng masjid. Dua diantaranya mengandung harta, koin perak dan emas, satu mengandung buku, dan satu lagi mengandung buku juga, tapi dalam bentuk yang berbeda, seperti gulungan.


Setelah dibaca oleh Wak Yati (satu-satunya orang di kampung yang bisa bahasa belanda) terungkap bahwa gulungan-gulungan itu adalah catatan yang ditinggalkan oleh Meneer Van Houten, seorang komandan perang Belanda yang dikejar oleh Jepang dan berhenti di desa untuk karena ingin merawat istrinya yang sakit. Sempat terjadi cekcok antara Van Houten dan penduduk desa karena penduduk desa enggan menolong orang yang dulu menjajah tanah mereka. Pengawal Van Houten dan penduduk desa saling todong.  Bila tidak ditenangkan Salehuddin Pasai (kakek Pukat), pertarungan mungkin sudah pecah. Van houten merawat istrinya yang sakit selama beberapa hari di desa, tapi sayangnya tentara Jepang menemukan desa dan pertempuran pecah. Tentara Jepang berhasil dibuat mundur, tapi 3 tentara Van Houten gugur dan Jepang sepertinya akan melakukan serangan lagi. Setelah berdiskusi dengan Salehuddin, Van Houten membuat pilihan. Dia akan sendirian mengalihkan perhatian tentara Jepang, sementara istri dan anaknya melarikan diri. Ia menitipkan barang-barangnya kepada Salehuddin, dari emas perhiasan, sampai buku-buku berisi ilmu. Yang penting harta paling berharganya selamat. Itu adalah catatan terakhir Van Houten.


Setelah Wak Yati selesai membaca Pukat langsung menghampririnya, dan mengatakan kepada Wak Yati bahwa harta paling berharga di kampung adalah 4 kotak itu. Mendengar jawaban itu Wak Yati kecewa, Pukat yang ingin mempertahankan logika jawabannya mengatakan bahwa Van Houten menyelamatkan 4 kotak berisi harta paling berharganya.  Wak Yati hanya membalas dengan mengatakan bahwa Pukat kurang teliti membaca catatannya. Pukat bengong, untuk sekarang, ia belum paham bahwa seluruh masa kecilnya, sejatinya adalah jawaban bagi teka-teki Wak Yati.


Kalau kalian para pembaca gimana? Apakah sudah bisa menyimpulkan jawaban teka-teki Wak Yati? Atau masih terbengong-bengong seperti Pukat. Kalau yang sudah bisa menjawab, selamat. Kalau yang belum, jangan khawatir, di kelanjutan bukunya nanti akan ada banyak petunjuk  jawabannya  dan akan ada jawaban yang sangat jelas yang bisa kalian ketahui  sesudah membaca bukunya

Wednesday, November 11, 2020

"Perubahan" Review Si Anak Kuat

 

Halo semua aku (Syauqi) balik lagi, kali ini aku akan me review buku “Si Anak Kuat” karya Tereliye.


Buku ini berasal dari serial buku Anak-Anak Mamak, yang bercerita tentang 4 bersaudara (salah satu serial Tereliye favoritku btw).  Buku yang satu ini berfokus kepada Amelia sang anak bungsu, aku sebagai anak sulung suka aja gitu liat sudut pandang lain. Aku juga suka buku ini karena karakter Amelia itu mirip adikku, cengeng. Tapi kalau dibukunya Amelia menjadi anak yang kuat mentalnya, kalo adekku kayaknya gak berubah wkwkwk.

Buku ini bercerita tentang perubahan, Amelia (biasa dipanggil Amel) dari anak yang cengeng, dan keras kepala menjadi baik hati dan sering membantu. Amel tetap keras kepala tetapi dalam cara yang jauh lebih baik, yang tadinya keras kepala tidak mau bangun tidur menjadi keras kepala memaksa temannya belajar.

Cerita ini dimulai dengan Amelia mengeluh, ya mengeluh. Karena dibangunkan oleh kakaknya Eli, dan entah kenapa mengeluhkan dirinya yang terlahir sebagai anak bungsu. Setelah keluhan itu kita dapat semacam introduksi, melihat kehidupan Amelia di sekolahnya. Amelia hanya memiliki satu teman dekat di sekolah yang bernama Maya. Dan seorang... musuh yang bernama Chuck Norris. Iya Chuck Norris kayak aktor terkenal itu. Karena ayahnya tergila-gila film aksi jadilah anaknya dinamakan Chuck Norris. Chuck Norris ini, walaupun  namanya terdengar konyol, nanti dia akan menjadi karakter penting. Maya sangat sangat membenci Chuck Norris karena kelakuannya yang serampangan dan pemalas. Amelia juga sangat pintar, ranking 1 dikelas, bahkan beberapa kali diminta Pak Bin (guru sekolah mereka) untuk membantu mengajar.

Nah sampai sini, aku berpikir, Amelia hidupnya lumayan tenang ya, walaupun sering mengeluh bahagia-bahagia juga. Aku salah karena tepat setelah introduksi nya selesai...bam! Kejadian besar pertama dimulai. Bermula ketika Amelia terus-menerus mengeluh tentang menjadi anak bungsu, kak Eli membencinya, dan seterusnya. Hingga ayahnya menjatuhkan hukuman kepadanya, “Kerjakan hal-hal yang biasa dikerjakan kak Eli selama seminggu.” Tidak terdengar begitu buruk bukan? Awalnya memang tidak begitu buruk. Hidup Amelia jadi tambah susah sedikit, tapi gak parah-parah amat. Hingga pada hari ke-4 atau 5 hukuman, Amelia diminta untuk mencari kayu bakar di hutan. Karena ini tugas yang susah, kak Eli tetap menemani. Mengumpulkan kayu bakarnya berlangsung lumayan lancar, tetapi lama-kelamaan Amelia bertambah lelah.

Hari menjelang malam saat keranjang kayu sudah penuh sehingga Amelia dan Eli beranjak pulang. Lalu Amelia terpeleset dan kakinya terkilir tidak bisa jalan. Tanpa basa-basi Eli langsung menggendongnya. Mengutip dari bukunya “Kau adikku, aku tidak akan pernah meninggalkan kau Amel”. Lalu Eli berjalan, lama, cukup lama bagi Amelia untuk merenungi hidupnya dan berhenti membenci kakaknya yang sangat menyayanginya. Eli pingsan kelelahan setelah sampai di rumah lalu dilarikan ke rumah sakit bersama Amelia yang  ternyata kakinya patah.

Selanjutnya diceritakan tentang kehidupan Ameia di sekolah,  pertemanan Amelia dengan Maya... dan perkelahian-perkelahiannya dengan Chuck Norris, yang mulai sekarang aku panggil Norris seperti Amelia memanggilnya. Dari mengganggu kelas, sampai cabut ketika lagi piket, Norris gak ada capek-capeknya bikin masalah. Dari sini, kalian mungkin bisa menyimpulkan bahwa Amelia, anak yang pintar dan baik, membenci Norris karena kelakuannya. Ya kalian benar..hingga serangkaian kejadian yang mengubah pikiran Amelia.

Kejadian pertama adalah ketika Amelia ngobrol dengan ayahnya dan mengetahui tentang perceraian ayah dan ibu Norris. Bahwa Julaiha, ibu Norris, yang tadinya bintang film jatuh cinta kepada ayah Norris, meninggalkan segala kemewahannya dan pergi tinggal di desa bersama ayah Norris. Dan perceraiannya terjadi karena Julaiha tidak tahan beban hidup dan menjadi gila. Perasaan Amelia terhadap Norris menjadi berubah. Yang tadinya benci menjadi kasihan. Lalu, tidak hanya mengetahui masa lalunya. Amelia juga diajak mengobrol oleh Pak Bin yang mengatakan bahwa  Norris, walaupun nakal adalah seorang anak yang pintar. Dan Amelia juga memikirkan kata-kata Pak Bin (karena Pak Bin guru yang hebat) mungkin Norris benar-benar pintar... Mungkin ia hanya trauma kehilangan ibunya, makanya menjadi nakal begini. Kecurigaan Amelia terbukti benar ketika ia bertemu Norris di Pasar Kalangan, semacam pasar minggu gitu. Dan ternyata ia dan Norris ingin membeli buku yang sama, sebuah buku geografi. Amelia sempat berpikir  “Norris kan tidak pernah belajar, kenapa dia mau beli buku seperti ini?” Tapi...entah kenapa Norris sangat menginginkannya, sampai membuat keributan dengan memaksa Amelia menjual ulang bukunya. Amelia sempat merenungi sebentar, tetapi karena bukunya sudah terbeli olehnya Amelia membawa bukunya pulang. Seenak jidat banget Norris mau membeli ulang. Tapi, sampai di rumah Amelia terhenyak. Mungkin Pak Bin benar, mungkin Norris memang anak pintar, mungkin dia bisa berubah. Lalu, Amelia memberikan buku itu kepada Norris.

Setelah pemberian buku itu kita bisa melihat “permusuhan” Amelia dan Norris berubah. Yang tadinya bermusuhan menjadi bersahabat. Belajar bareng, walau awalnya Amelia datang dan memaksa Norris untuk bealajar lama-kelamaan mereka menjadi teman. Amelia bahkan membantu Norris lulus ujian! (bukan nyontek ya wkwkwk, belajar bareng). Lalu... Terjadi suatu kejadian yang membuat kebencian  Amelia memuncak kembali.

Hari itu piket, Norris ikut Amelia memintanya membereskan peta dunia sekolah. Berhubung sekolah mereka sekolah desa kecil, mereka hanya memiliki satu peta dunia. Ditengah-tengah piket hujan deras mengguyur, Amelia tidak terlalu memikirkannya, memang musim hujan. Tetapi..ketika Amelia berjalan keluar setelah menyapu kelas, sebuah kejutan tidak menyenangkan menunggunya.  Norris pergi, peta dunianya ditinggal di teras sekolah, basah kuyup, hancur. Amelia mendatangi rumah Norris, lalu aku kutip dari bukunya “Kau merusak peta dunia milik sekolah! Tidakkah kau mau berpikir sedikit, hah? Tidakkah kau mau melakukan tanggung jawab dengan baik, hah? Apa susahnya kau bawa gulungan peta itu ke ruang guru, paling hanya tiga puluh detik”, dst. Amelia sangat marah, entah sampai kapan, berhari-hari kemarahannya belum kunjung reda. Norris tidak masuk sekolah, ya mau gimana masuk? Satu sekolah membencinya.

Sampai suatu hari Norris kembali dengan membawa peta dunia baru! Seluruh sekolah, bahkan Pak Bin terbengong-bengong. Karena peta itu ia buat sendiri! Dengan kemampuan menggambarnya yang spektakuler. Amelia bersyukur, ternyata usahanya selama ini tidak sia-sia. Memaksa mengajaknya belajar, memberikan buku geografinya, Norris ternyata berhasil menjadi orang yang lebih baik. Dan, dalam prosesnya, Amelia juga.

Itu tadi adalah 2 kejadian besar pertama buku ini. Kejadian yang membentuk karakter Amelia. Dari cengeng, tukang mengeluh, dan keras kepala menjadi mandiri, tahan banting, dan...tetap keras kepala, tapi untuk tujuan yang baik. Karakter Amelia bisa dibilang sudah matang disini. Kejadian-kejadian ini mempersiapkan Amelia untuk kejadian terbesar di buku ini. Bila kalian ingin tahu, silahkan baca bukunya.

 

Sunday, July 12, 2020

"Lah Kok Serem?" Review Buku The Witches

Kali ini post nya berbeda dari biasanya gaiiis~ untuk yang tidak membaca update ku akan akan mulai melakukan book review. Jadi... langsung saja ini book review pertamaku!

Aku akan me review buku yang berjudulkan "The Witches" yang ditulis Roald Dahl (salah satu author favoritku btw). Aku memilih buku ini karena membuatku ketakutan semasa kecil. Roald Dahl yang biasanya menulis buku yang sangat ceria suddenly took a turn on the scarier side.

Dari sisi penulisan buku ini mirip dengan buku Roald Dahl yang lain, hanya... mood ceritanya sangat berbeda. Contoh sedikit, buku lain Roald Dahl, charlie and the chocolate factory bercerita tentang sebuah anak yang dapat tiket spesial untuk mengunjungi perusahaan coklat. Jadi sebagai anak yang terbiasa membaca buku-buku Roald Dahl yang berbahagia, buku ini agak membuatku trauma- dan tentunya sangat meninggalkan kesan.

Oke enough rambling about me, kita masuk ke ceritanya, buku ini bercerita tentang, seorang anak yang ... tidak diketahui namanya (biasanya memang begini) dan pengalamannya dengan... Penyihir. Ah iya, "penyihir" disini bukan seperti penyihir yang biasa kalian dengar, naik sapu, bikin ramuan, dsb. Ini penyihir sungguhan. penyihir yang botak, tidak punya jari kaki, dan sangat membenci anak-anak.

Cerita ini bermula dengan sang anak diceritakan tentang penyihir oleh neneknya, dan kasus anak-anak hilang yang disebabkan oleh penyihir. Beberapa halaman ini langsung set the mood untuk bukunya, dari anak yang jadi batu hingga anak yang masuk ke lukisan, semuanya sangat aneh dan menyeramkan. 

Dalam perjalanan pulang dari rumah neneknya... sang anak terjebak dalam sebuah kecelakaan mobil dan kedua orangtuanya meninggal, sekarang dia hanya tinggal bersama neneknya di Inggris. Hidup di Inggris cukup tenang, hingga mereka bertemu penyihir. Atau lebih tepatnya, sang anak bertemu penyihir ketika dia sedang sendirian, dia sedang duduk-duduk di rumah pohon, just chillin ketika tiba-tiba ada yang memanggilnya dari bawah. Dan surprise surprise orang itu memakai sarung tangan. Ah, aku lupa bilang penyihir itu tidak mempunyai kuku seperti manusia biasa, mereka memiliki cakar dan untuk menutupi cakar itu mereka menggunakan sarung tangan. Sang anak membeku, dia ketakutan dan tidak tahu mau melakukan apa, apakah dia panggil nenek? Apakah dia lari? Pada akhirnya sang anak hanya duduk ketakutan di rumah pohon.

Apa yang terjadi pada sang anak? Aku akan meng-quote langsung dari bukunya

"pada pertemuan pertama aku berhasi pergi dengan selamat, tapi pada pertemuan kedua aku tidak seberuntung itu"

Kapankah pertemuan kedua itu? Dan apa yang terjadi pada sang anak? Akan kuceritakan sekarang.

Pertemuan kedua bermula ketika sang anak dan neneknya pergi ke hotel untuk liburan musim panas, dan sang anak membawa tikus-tikusnya. Sayangnya hotelnya tidak mengizinkan hewan peliharaan, jadi dia menyembunyikan mereka dan bermain dengan mereka di sisi backstage sebuah auditorium kosong. Tetapi, auditoriumnya tidak kosong, and long story shortdia sekarang terjebak di sebuah auditorium dengan anggota-anggota PPKTAA (Perkumpulan Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak-Anak). Ah, baguslah kalau terperangkap paling tidak sama wanita-wanita yang baik... tetapi setelah menunggu sebentar sang anak melihat beberapa kejanggalan. Semua orang disana wanita (penyihir hanya wanita) dan semuanya memakai sarung tangan. Sang anak mulai was-was, dia berpikir... kayaknya ini agak terlalu baik, dan sayangnya... dia benar.

Pintunya dikunci dengan rantai, rantai yang besar agar tidak ada seorangpun yang bisa masuk (atau keluar). Dan sang pembawa acara naik ke podium, dia adalah wanita yang sangat cantik memakai sepatu berhak tajam dan.... sarung tangan. Dan semua wanita (penyihir) disana memandanginya dengan terkagum-kagum dan tiba-tiba, dia melepas topengnya. Muka aslinya terlihat, lebih mirip monster daripada manusia! Wajahnya hampir meleleh, seperti orang gak tidur dua bulan. Sang anak bergidik ketakutan di area backstage, ternyata ini toh sang ratu penyihir! Pemimpin segala penyihir, penyihir yang paling kuat dan sangat ditakuti para penyihir lain. Lalu ia berbicara, suaranya seperti besi beradu "kalian boleh melepasss sepatu kalian!" terdengar desah lega dari para penyihir "kalian boleh melepas vig kalian!" Cara bicaranya agak aneh, dia sepertinya tidak bisa mengucapkan huruf w dan kalau mengatakan s ditahan seperti ular mendesis.

Sang ratu penyihir memulai pidatonya, dia terdengar sangat sangat marah.

"aku melihat ratusssan, aku melihan ribuan anak kecil yang menjijikkan sedang bermain di passir! Kenapa kalian belum menyingkirkan mereka?!"

"sssatu anak ssseminggu tidak cukup untukku!" "Aku menuntut hasil maksssimal! Jadi ini perintahku! Kuperintahkan agar semua anak di negeri ini disssapu bersssih diganyang disssikat dan dihabisssi sssebelum aku kembali kemari, Jelasss?!"

Hadirin terksesiap, terdiam tidak tahu harus bilang atau melakukan apa, ketika seorang penyihir bergumam sendiri "semua anak? kita tidak mungkin menghabisi mereka semua" dan ratu penyihir mendengarnya.

"Sssiapa yang bicara?" "SSSIAPA YANG BERANI MEMBANTAHKU? KAU YA?"

sang ratu penyihir menunjuk ke penyihir yang bergumam tadi, sang penyihir langsung ketakutan, "t-tidak kok ratu aku tidak mungk-" poof dia menghilang, terbakar menjadi abu. Sang ratu penyihir melanjutkan pidatonya tentang bagaimana dia membenci anak-anak. Lalu dia mengatakan bahwa ia berhasil membuat ramuan baru, namanya "Ramuan 86 pembuat tikus yang tertunda" dan menjelaskan cara membuatnya. Apa yang dilakukannya, yah kalau namanya belum cukup jelas, ramuannya membuat anak-anak menjadi tikus, yap tikus dan efeknya tertunda beberapa jam.

Lalu, sang penyihir mengundang seorang anak, Bruno Jenkins namanya, sang ratu penyihir memberinya Ramuan pembuat tikusnya hari sebelumnya dan mengundangnya datang dan menjanjikannya permen. Bruno masuk ke ruangan, (tentunya semua penyihir sudah pakai sarung tangan topi dan sepatu lagi) dan mengatakan "permanku mana?" Dan sang ratu mengatakan "tunggu sebentar" dalam suara yang, anehnya normal lagi. Lalu dia menghitung "10 9 8 7 6 5" dst dengan sangat bersemangat. Bruno sempat curiga tapi dia berpikir "meh, aku dapat permen", ketika sampai "nol!" Tiba-tiba Bruno mengecil, tumbuh bulu, dan tumbuh ekor. "Apa yang terjadi kepadaku?" "Apakah aku tetap dapat permen?" Dan setelah beberapa menit setelah perubahannya dimulai, Bruno sudah berubah 100% menjadi tikus besar berwarna coklat. Dan para penyihir tertawa seperti orang gila.

Ketika para penyihir sedang mencoba untuk mengjinjak Bruno agar dia mati (kejam iya) tiba-tiba salah satu dari mereka bilang "Aku mencium tahi anjing!" Sang anak, yang daritadi melihat dari area backstage, langsung bergidik, karena bagi penyihir... bau anak-anak sama seperti bau tahi anjing. "Apakah mereka mencium bauku, aku sudah beberapa minggu tidak mandi masa mereka mecium bauku", penjelasan sedikit, yang dicium oleh penyihir adalah bau anaknya bukan kotorannya jadi, semakin tubuhmu tertutup kotoran semakin baumu tertutupi (eh tapi ini untuk penyihir ya emakmu gabakal suka).

Tapi pada akhirnya sang anak ditemukan seorang penyihir melihatnya dan mengatakan "itu dia, dibalik papan pemisah ruangan!". Sang anak berlali menuju pintu, para penyihir bahkan tidak moncoba mengejarnya karena tahu dia tidak bisa keluar, mereka berjalan kepadanya, menangkapnya dan meminumkannya ramuan. Sebelum sang anak sadar betul apa yang terjadi padanya dia sudah berubah menjadi tikus.

Tapi, untungnya dia berhasil kabur dari cengkraman penyihir-penyihir yang ingin membunuhnya (nginjek tikus pake hak tinggi susah) dan kabur melewati lubang kecil di tembok. Di dalam tembok dia bertemu Bruno, yang tampaknya tidak sadar dia sudah menjadi tikus dan sedang mengunyah remah roti dengan bahagia. Setelah... pembicaraan yang agak aneh dan Bruno existential crisis karena menjadi tikus, sang anak dan Bruno menuju nenek sang anak untuk meminta pertolongan.

Ah iya, untuk nenek sang anak dalam bagian-bagian selanjutnya dia akan kupanggil sebagai "nenek" saja karena seperti sang anak, ia tidak diketahui namanya. Setelah hampir diinjak sepasang suami-istri di lift, sang anak dan Bruno berhasil sampai ke kamar nenek. Sesampainya di kamar nenek, nenek tidak terlalu terkejut, bukannya menanyakan "kenapa kamu bisa jadi tikus?" atau apa, nenek malah bertanya tentang penyihirnya. Sang anak mengatakan, "penyihirnya bukan cuma satu nek ada ratusan, mereka menyamar sebagai PPKTAA dan sekarang sedang minum teh dengan manager hotel". Lalu mereka mengobrol sebentar, tentang rupa ratu penyihir, penyihir-penyihir yang disana, satu penyihir yang diubah menjadi abu dsb. Lalu, ditengah pembicaraan itu, nenek mendapat ide "kamu yakin kan, mereka sedang dibawah minum teh?" "iya nek" lalu, nenek mengemukakan idenya kepada sang anak, mereka akan mencuri ramuan pembuat tikusnya and give the witches their own medicine.

Didalam pidatonya, raut penyihir mengatakan bahwa ia menyimpan beberapa sampel ramuan pembuat tikus di kamarnya, untuk percobaan dan untuk penyihir yang sudah tua dan mungkin tidak kuat mengumpulkan bahan-bahannya. Sang ratu penyihir mengatak, bila ada yang mau ramuannya bisa diambil di kamar 454, dan kamar sang anak adalah kamar... 554 tepat diatasnya. Jadi, rencananya sang anak akan turun ke kamar sang ratu penyahiri (bergelantung kepada benang rajut neneknya) mengambil ramuan, dan naik lagi. Mudah kan? Tidak terlalu, rencananya hampir gagal karena ratu penyihir kembali keatas, tapi mereka dapat ramuannya. Dan selama semua ini terjadi Bruno dengan damainya memakan pisang yang diberikan oleh nenek.

Mereka mendapat ramuannya, dan sekarang tinggal mencampurkannya ke makanan para penyihir easier said than done, para penyihir memesan sup istimewa untuk alasan tertentu, tinggal dicampurkan ke supnya saja kan? Tapi mencampurkannya itu, ohohoh itu akan sangat menarik. Tapi, sebelum itu ada Bruno, anak satunya yang diubah menjadi tikus. Mau diapakan dia? Diminta ikut membantu? Tapi nanti malah supnya dia makan. Setelah berpikir beberapa lama, sang anak dan memutuskan untuk menemui pak dan bu Jenkins dan mengatakan bahwa anak mereka jadi tikus, reaksi mereka kurang lebih seperti... "orang tua gila!" "anak kami tidak apa-apa kok" dan mereka pergi dengan marah. Sang anak dan nenek langsung melirik ke Bruno, "kenapa kamu tidak berbicara tadi?!" "maaf, mulutku penuh pisang" haduh, mau hujan mau angin mau jadi tikus Bruno makan terus.

Setelah, kegagalan berbicara dengan orangtua Bruno, sang anak dan nenek memulai rencana untuk mengubah semua penyihir menjadi tikus. Nenek menyembunyikan sang anak kedalam tasnya dan memasukannya ke dapur, sang anak berhasi masuk ke dapur dan memasukkan ramuan ke dalam sup tanpa ketahuan, sukses! Sekarang tinggal... Keluar, sang anak bergelayut menggunakan ekornya dari gantungan-ke gantungan menuju pintu keluar, semua terlihat sangat mulus, lalu... Prang! Peralatan masak berjatuhan, rupanya sang anak salah lihat, dan malah bergelayut ke sebuah panci. Tidak sampai sedetik kemudian terdengar teriakan koki. "Ada tikus!" "Bunuh! Bunuh!" Sang anak lari terbirit-birit menghindari injakan, lemparan panci, teflon, dan pisau, sayangnya satu lemparan pisau kena dan memotong ekornya. Tapi, syukurlah sang anak berhasil berlari dan bersembunyi didalam karung kentang, menyelinap keluar dan kembali ke pelukan nenek. Sekarang... Tinggal menunggu.

Sambil menunggu, sang anak dan nenek memutuskan untuk mengatakan kepad pak dan bu Jenkins bahwa anaknya menjadi tikus lagi. "Kamu tidak sedang mengunyah makanan kan Bruno?" "Tidak kok, lagian tadi kan cuman sekali". Kali ini mereka hanya bertemu pak Jenkins yang langsung mengatakan "mau bilang anakku tikus lagi?" dan ketika pak Jenkins mengatakan itu Bruno muncul "hai pa, aku jadi tikus". Pak Jenkins sontak terkejut, setelah tenang dan menerima bahwa anaknya menjadi tikus dia mengatakan "bu Jenkins bisa pingsan kalau dia tahu!" "siapa yang menyebabkan ini aku mau berbicara sedikit dengannya". Nenek menunjuk ke sang ratu penyihir "dia" pak Jenkins menjawab "tidak mungkin! Dia pemimpin PPKTAA!" Lalu sang anak mengatakan "PPKTAA itu organisasi penyihir, dan dia ratunya" tidak mengatakan apa- apa lagi, pak Jenkins berjalan menuju sang ratu penyihir, dan dia terlihat marah. Sang anak merinding, dia membayangkan pak Jengkins diubah menjadi abu seperti salah-satu penyihir. Tetapi... sebelum itu ada sesuatu yang terjadi. Apa yang terjadi? Beli bukunya dan cari tahu.

Diatas tadi itu kurang-lebih ceritanya, mungkin ada bagian yang terlompat sedikit mohon dimaklumilah. Menurutku, buku ini sangat bagus, dari perspektif karakte antagonisnya aktif dan unik kinda lacks personality tapi tetap bagus. Semua karakternya berasa real, dengan kepribadian tersendiri, bukan plot device doang (penyihirnya mungkin iya). Dan yang paling aku suka tuh konfliknya, ceritanya banyak bagian yang menegangkan. Tapi kita diberi semacam... Waktu berpikir dengan bagian-bagian yang relatif tenang, ketika sang anak dan Bruno (yang jadi tikus) di pangkuan nenek lalu kembali lagi ke action dengan adegan memasukan ramuan ke sup para penyihir.

All in all, kuberi buku ini rating 3.5/5 btw, buku ini gak terlalu seram kok  dulu aku penakut aja wkwkwk.





Tuesday, June 30, 2020

Content change~

Halo syauqi disini mau update sedikit, karena sekarang lagi pandemi, dan aku gak mau kena virus aku tidak bisa membuat konten blog travelling seperti biasa.

"Terus, blognya berhenti?"

Tadinya aku juga berpikir begitu, pergi ke supermarket dibikin tulisan kan gak lucu. Lalu, aku melihat ke rak, dan menyadari sesuatu yang bisa aku lakukan dirumah tanpa harus keluar dan (aku harap) menarik yaitu... Review buku! Karena aku punya... banyak banyak sekali buku, (banyak yang belom dibaca) yang difoto itu bagaikan preview untuk buku-buku yang aku punya. Kalau diambil semua mah bisa-bisa amburadul rumahku wkwk.



Dari entah berapa banyak buku yang ada di rumahku aku sudah membaca kurang lebih 300 dari berbagai macam genre. ada yang action, fantasi, komedi (banyaknya ini sih), dan bahkan romance. Bisa dibilang aku sudah lumayan berpengalaman lah dengan buku (gak terlalu asal-asalan book review nya git loh wkwkwk.)
.









Don't forget, when you're reading my book reviews, it's all just my opinion. If you have a different opinion, go ahead and drop your link of your review in the comment section, I will gladly read it.

Thursday, April 16, 2020

Recap Oase 2020~

Sayang banget, karena yah alasan tertentu term ini berakhir cepat, sampai penutupannya pun online.  Oke, langusng to the point, ini recap ku untuk term (pendek) ini.

Pertama-tama.... kegiatan yang paling berkesan, adalah kelas menulis. Walau sejujurnya, agak membosankan (aku hampir ketiduran) kelas ini mengajarkanku banyak teknik menulis baru yang sangat menarik dan juga berguna.

Harapanku untuk kedepannya adalah.... hmm....MAU EKSPLORASI LAGI!

Sunday, March 8, 2020

Tantangan Wide Games

1. Stasiun KRL/MRT/Halte Transjakarta yang termasuk wilayah Jakarta

-KRL

  • Jakarta Kota
  • Jayakarta
  • Mangga Besar 
  • Sawah Besar
  • Juanda
  • Gondangdia
  • Cikini
  • Manggarai
  • Kampung Bandan
  • Angke
  • Duri
  • Tanah Abang
  • Karet
  • Sudirman
  • Palmerah
  • Kebayoran
  • Taman Kota
  • Pesing
  • Grogol
  • Rajawali
  • Kemayoran
  • Pasar Senen
  • Gang Sentiong
  • Kramat
  • Pondok Jati
  • Jatinegara
  • Klender
  • Buaran
  • Klender Baru
  • Cakung
  • Kranji
  • Tebet 
  • Cawang
  • Duren Kalibata
  • Pasar Minggu Baru
  • Pasar Minggu
  • Tanjung Barat
  • Lenteng Agung
  • Univ. Pancasila


-Halte Transjakarta

  • Semua, namanya aja Transjakarta

-MRT
  • Depo
  • Lebak Bulus Grab
  • Fatmawati
  • Cipete Raya
  • Haji Nawi
  • Blok A
  • Blok M BCA
  • ASEAN
  • Senayan
  • Istora Mandiri
  • Bendungan Hilir
  • Setiabud Astra
  • Dukuh Atas BNI
  • Bundaran HI
2.  Kendaraan umum pilihan regu

KRL dan Transjakarta karena MRT mahal

3. Start/Finish point

Start di stasiun Jakarta Kota karena bisa kemana-mana dari situ
Finish di halte gelora bung karno karena tempat menarik terakhir disini